1. Gunakan Kata yang Mudah Diucapkan dan Diingat
Kenapa kemudahan pelafalan itu penting?
Karena otak manusia lebih suka hal-hal yang sederhana dan familiar. Nama brand yang ribet bikin orang mikir dua kali, apalagi kalau mereka harus nyari di Google atau ngomongin ke temen. Nama yang mudah diucapkan juga lebih gampang viral lewat word of mouth.
Contoh:
"imej" adalah contoh nama yang pendek, familiar, dan punya bunyi unik. Meski dari kata “image” dalam Bahasa Inggris, dieja dengan cara lokal yang justru bikin kesan lebih dekat dan otentik.
2. Pilih Nama yang Relevan dengan Nilai atau Produk Brand
Nama bukan sekadar bunyi—ia harus punya makna.
Nama yang punya hubungan dengan value, misi, atau produk brand bakal terasa lebih "nyambung" secara emosional ke audiens. Ini yang bikin nama lebih kuat dan tahan lama.
Tips praktis:
Kalau kamu bikin brand skincare, misalnya, nama seperti "Lembab." atau "Kulitku." bisa punya koneksi emosional sekaligus deskriptif tanpa harus terlalu literal.
3. Pastikan Unik dan Belum Dipakai Brand Lain
Keunikan itu wajib, apalagi di dunia digital yang penuh noise.
Jangan sampai kamu bikin brand keren, tapi ternyata udah dipakai bisnis lain. Selain bisa kena masalah hukum, ini juga bisa bikin brand kamu susah dibedakan dari yang lain.
Langkah yang bisa kamu ambil:
Cek domain, cek nama di media sosial, bahkan cek di HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) kalau kamu serius. Nama unik juga bisa bantu kamu ranking lebih baik di hasil pencarian.
4. Gunakan Bunyi atau Struktur Kata yang Menarik
Ritme dan bunyi itu powerful banget dalam memori manusia.
Nama-nama dengan aliterasi (huruf depan yang sama), rima, atau pengulangan suku kata bisa bikin lebih nempel. Contohnya kayak "Tokopedia", "GoJek", atau "Tiket.com"—semuanya punya bunyi yang catchy.
Eksperimen dengan suara:
Coba ucapkan keras-keras beberapa nama brand buatanmu. Mana yang paling enak di telinga, mana yang bikin kamu pengen nyebut lagi?
5. Sisipkan Unsur Emosi atau Imajinasi
Nama yang menyentuh rasa lebih gampang masuk ke hati.
Brand yang bisa memicu imajinasi atau perasaan—entah itu nostalgia, rasa nyaman, atau rasa penasaran—punya keunggulan dalam jangka panjang. Nama seperti "Senyum Coffee" atau "Langit Biru Studio" contohnya, langsung menciptakan visual dan suasana tertentu di kepala.
Cara menggali unsur emosi:
Pikirkan sensasi yang kamu ingin audiens rasakan saat melihat brand-mu. Hangat? Futuristik? Nyentrik? Dari situ kamu bisa tarik benang merah ke nama yang cocok.
6. Pertimbangkan Panjang dan Format Nama
Nama yang terlalu panjang bikin ribet.
Satu atau dua kata biasanya paling ideal. Selain ringkas, juga gampang dipakai di domain, logo, atau akun medsos. Hindari juga singkatan yang terlalu abstrak, kecuali kamu siap edukasi audiens terus-menerus.
Contoh perbandingan:
"Digital Kreatif Indonesia Bersatu" jelas terlalu panjang. Tapi kalau kamu persingkat jadi "Dikrab" (asal masih punya koneksi), ini bisa lebih masuk akal dan mudah diingat.
7. Libatkan Audiens atau Komunitas saat Brainstorming
Brand yang lahir bareng audiens punya nilai emosional lebih kuat.
Kamu bisa ajak followers ikut voting nama, bikin polling, atau diskusi terbuka. Selain jadi bentuk keterlibatan, ini juga bikin mereka merasa punya andil, dan kemungkinan besar jadi lebih loyal ke brand kamu nantinya.
Contoh kasus:
Banyak brand fashion lokal yang akhirnya pakai nama dari masukan komunitas karena lebih relevan dan relatable dari sekadar ide dari tim internal.
8. Tes Nama Lewat Simulasi Nyata
Jangan cuma puas di whiteboard atau Google Docs.
Uji nama yang kamu pilih di situasi nyata. Bayangin dia di logo, di akun Instagram, atau bahkan di mulut customer. Kalau kamu malu nyebutnya, atau susah diingat orang lain, mungkin belum ideal.
Tips sederhana:
Coba kasih nama itu ke 5 orang berbeda dan lihat reaksi mereka. Apakah mereka langsung paham? Bisa ngulangin? Suka?
9. Gunakan Tools Kreatif untuk Membantu
Jangan ragu pakai bantuan teknologi untuk brainstorming nama.
Tools seperti Namelix, Shopify Business Name Generator, atau bahkan AI bisa bantu kamu cari kombinasi kata, asosiasi makna, dan domain yang masih tersedia. Tapi, tetap filter pakai insting kamu sendiri, ya.
Contoh pendekatan:
Masukkan kata kunci utama dari value brand kamu, lalu lihat varian nama yang muncul. Dari sana, kamu bisa mix & match jadi versi yang paling "kamu banget".
10. Jangan Takut Eksperimen dan Berproses
Nama yang kuat seringkali butuh waktu untuk terasa pas.
Banyak brand besar awalnya punya nama yang biasa saja. Tapi karena konsisten, cerita, dan kualitas, nama itu akhirnya jadi legendaris. Jadi, nggak harus sempurna dari awal. Yang penting kamu jalanin dan perkuat dari waktu ke waktu.
Refleksi dari imej.net:
Nama "imej" sendiri terkesan sederhana. Tapi di balik itu ada proses pemikiran tentang identitas visual, kejelasan fonetik, dan nuansa digital yang kuat. Nama itu jadi "nempel" karena terus dipakai dalam konteks yang tepat dan konsisten dalam brand voice dan visual.
Penutup: Nama Itu Pondasi, Bukan Sekadar Label
Baca Juga: 10 Judul Video Clickbait Tapi Tetap Relevan
Kalau kamu udah sampai di sini, artinya kamu tahu betapa pentingnya nama dalam dunia branding. Tapi jangan juga terlalu perfeksionis sampai nggak jalan-jalan karena sibuk mikirin satu kata. Nama brand yang nempel bukan soal keren-kerenan doang, tapi soal makna, emosi, konsistensi, dan koneksi. Jadi, pertanyaan sekarang: sudahkah kamu nemuin nama yang bukan cuma sekadar sebutan, tapi juga cerita?